Tiada Pengorbanan Selain Kasih Sayang
Pagi
yang sangat indah menyambutku segera. Aku sangat senang jika pagi ini cuaca
begitu membaik. Kicauan burung yang
sangat merdu,daun-daun yang berguguran,begitu juga angin pagi yang sangat
menyegarkan. Saat aku mulai membuka jendela kamarku,pemandangan indah itu mulai
nampak. Aku berharap hari ini adalah hari yang menyenangkan. Sesaat aku
berfikir bahwa hidupku tak akan bahagia,terkecuali Tuhan menghendaki adikku
Wulan sembuh dari penyakitnya. Bertahun-tahun sudah aku merawat Wulan yang
menderita kanker tulang. Karena keluargaku serba kekurangan,akhirnya dengan
terpaksa Wulan tidak di bawa ke rumah sakit. Wulan menderita kanker tulang
sejak berumur 3 tahun. Hanya karena penyakit itu Wulan jadi putus sekolah.
Entah mengapa penyakit itu datang menyerang tubuh adikku yang sangat kusayangi.
Gejala
awalnya suhu tubuh Wulan sangat panas. Gejala kedua,semakin lama semakin hari
perkembangan fisiknya tidak wajar. Gejala ketiga ia mulai sulit
berjalan,berlari,menulis,serta melakukan kegiatan lain. Dalam 4 tahun
lamanya,Wulan hanya pernah dibawa ke puskesmas 2 kali. Aku sangat kagum melihat
semangat Wulan untuk sembuh dan kembali sehat. Ayah,ibu,dan aku sendiri hanya
berbekal kasih sayang untuk Wulan. Semoga kasih sayang yang telah kami berikan
dapat bermanfaat bagi Wulan. Hari ini aku ingin mengajak Wulan
jalan-jalan keluar rumah. Sudah sekian lama aku tidak mengajaknya jalan-jalan.
Dengan bantuan tongkat kayu yang sudah usang,sedikit demi sedikit Wulan dapat
berjalan walaupun masih kelihatan tidak stabil.
“Wulan!
Mau nggak ikut kakak?”Tawarku seraya mengelus rambutnya.
“Augh
e ma’a?{Mau
ke mana?}”Tanya
Wulan sedikit tidak jelas.
Melihat
Wulan sulit berbicara,hatiku sangat sedih. Aku takut bila memang sel kanker itu
sudah menjalar ke seluruh tubuh Wulan. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi
nanti.Ya Tuhan, berikanlah semangat pada hati Wulan. Aku tidak ingin kehilangan
Wulan….
Tanpa
sadarkan diri,air mata itu bobol dari mataku.
“Akak
awch nais? Angan se’I ong!{Kakak
kok nangis? Jangan sedih dong!}”Tanya
Wulan mengusap air mataku.
“Kakak
sedih Wulan…Kakak sedih jika kamu mulai sulit melakukan
apapun…hiks..hiks..”Jawabku merangkul Wulan.
“Akak
gach boeleh gi’u. Akak aus kuag ang elalu te’inyum..{Kakak gak boleh gitu.
Kakak harus kuat dan dan selalu tersenyum..}”Kata Wulan menasehatiku. “Ya Wulan kakak
berjanji akan selalu menemani Wulan dalam keadaan suka ataupun duka. Di dunia
ini Wulan bagaikan bidadari kecil kiriman dari Tuhan yang dititipkan untuk
kakak,ayah,serta ibu. Kakak sanggup menyayangi Wulan sampai kapanpun.”Jawabku
memberi senyuman palsu.
“Empey
Ulan mengbus an fas akhir?{Sampai
Wulan menghembuskan nafas terakhir?}”Tanya
Wulan berharap aku berkata YA!.
Pertanyaan
Wulan kali ini begitu aneh. Rasanya aku tak sanggup untuk berkata apapun. Ya
Tuhan….kenapa Wulan berkata seperti itu? Betapa sedihnya aku mendengar
pertanyaan Wulan.
“Ayo
sekarang kita jalan-jalan..! Nanti malah kesiangan.”Ajakku mengalihkan
perhatian.
Saat
di jalan,aku terus memandangi wajah Wulan yang semakin lama semakin pucat. Hati
kecilku serasa berkata”Sampai kapan Tuhan,aku dapat memandang wajah
Wulan?Sampai kapan aku dapat lagi bercanda dengannya?Sampai kapan Tuhan…”
Wulan
tampak senang melihat pemandangan di luar. Sampai-sampai ia bertanya,
”Akak
au ngin ma’in perti man Ulan!{Kakak
aku ingin main seperti teman Wulan!}”
Pintanya sambil menunjuk segerombol anak-anak yang sedang bermain.
Aku
mulai menghampiri segerombol anak-anak itu seraya bertanya,
”Apakah
kaliyan bersedia bermain bersama adikku?”. Salah satu dari mereka mendekati
Wulan.
”Kamu
ya?”Tanya anak itu.
Wulan
tersenyum dan berkata,”Nalkan au Ulan! Mu pa?{Kenalkan
aku Wulan! Kamu siapa?}”
Dengan
nada tinggi anak itu menjawab,
”Ih
kamu cacat ya? Aku nggak tau kamu ngomong apa…Lagian aku nggak ingin main sama
anak cacat. Kalau ingin cari aja anak SLB! Huuuuuuuu!!!!!!”.
Hatiku
sedih mendengar jawaban anak itu. Langsung saja aku mengajak Wulan pergi dari hadapan
mereka semua. Sejenak
Wulan memandangi dirinya sendiri. Ia kelihatan sedih dengan kondisi yang sangat
tidak lengkap. Aku tau, pasti ia terpukul dalam keadaan fisik tak sempurna.
Tiba-tiba Wulan menitikkan air mata.
“Wulan
kamu kenapa?”Tanyaku juga sedikit menangis.
Wulan
hanya menggelengkan kepalanya.
“Kamu
harus kuat sayang…Ini cobaan dari Tuhan yang begitu berat. Kamu nggak boleh
putus asa hidup. Hidup ini penuh dengan tantangan serta cobaan. Kakak tau
mereka benci Wulan,tapi kakak,ayah ,ibu di sini sayang sama
Wulan…hiks…hiks…Bahkan Tuhan sangat menyayangi Wulan…Apapun bentuk Wulan,Wulan
tetap yang terbaik…Wulan masih cantik kok. Percaya sama kakak!” Nasehatku pada
Wulan.
Wulan
nampak semakin sedih bahkan ia berusaha menghindar dariku. “UUU..Ulan ng ngin..hikssss…ti…Uat
pa Ulan hi’up lau gauch da ang uli ma Ulan! Hiksss..hiksss{UUU..Wulan ingin hikssss… mati
…Buat apa Wulan hidup kalau gak ada yang peduli sama Wulan!}”Jawab Wulan mempercepat
langkahnya.
“Wulan…tunggu…kamu
nggak boleh gitu! Ini kakak yang selalu ada buat hati Wulan.”Serguhku menarik
Wulan.
Hari
ini tentu menjadi pelajaran bagiku melihat semangat Wulan begitu besar. Aku
akan berjanji untuk membuat Wulan normal,sehat kembali.
Malam
harinya, aku,ayah,ibu sedang berunding bersama membicarakan biaya pengobatan
Wulan. Ayah dan ibuku adalah seorang pedagang gorengan keliling,jadi mana mungkin bisa segera mengoprasikan kanker itu.
Padahal biaya yang di perlukan bisa hingga ratusan juta rupiah. Namun jika
tidak segera ditangani 1 bulan lagi Wulan akan meninggal. Akupun langsung ambil
tindakan. Mulai besok aku akan bekerja untuk membantu penghasilan ayah dan ibu.
Apa saja pekerjaan itu,aku sanggup asalkan halal. Demi Wulan aku perjuangkan.
Seumur hidupku aku tidak ingin kehilangan nyawa Wulan. Lebih baik aku yang
menderita kanker dari pada Wulan yang masih berumur 7 tahun.
Keesokan
harinya,aku terbangun dari tidur nyenyakku. Aku terbangunkan oleh suara
Wulan yang memanggil-manggil namaku. Aku
menjadi cemas. Lalu,kulihat ke tempat tidurnya. Alangkah terkejutnya aku
sewaktu memegang tubuh Wulan yang sangat panas.”A….”Kata Wulan kehabisan suara.
Aku segera memanggil ayah serta ibu. Akhirnya dengan keadaan terpaksa Wulan
dibawa ke rumah sakit.
Setelah diperiksa….
“Bagaimana
keadaan anak saya dok?”Tanya ayah kebingungan.
“Anak
anda terserang kanker tulang stadium 4. Saya tidak tau apa yang harus saya
lakukan selain mengirim anak anda ke Malaysia untuk menjalani pengobatan
kemoterapi. Kanker ini sudah menjalar ke saluran pernapasan dan pencernaan.
Bila tidak segera ditangani anda bisa kehilangan anak anda. Saya menyarankan
besok harus sudah dikemoterapi!”Jelas dokter ikut cemas.
“Berapa
biaya yang akan saya tanggung dok?”Tanya ayah lagi.
“Sekitar
50 juta sekali kemoterapi.”Jawab dokter.
“Tapi
dok? Keluarga saya tidak mempunyai biaya sebanyak itu..hikss.hikss..” Tangis
ibu.
“Kalau
begitu sementara saja anak anda menginap di sini. Nanti masalah kemoterapi anda
bisa rundingkan bersama keluarga.”Saran dokter.
“Biaya
penginapan di rumah sakit berapa dok?”Tanyaku menahan tangis.
“Cukup
ringan dibanding kemoterapi yakni sekitar 500 ribu rupiah selama 2
malam.”Terang dokter.
“Terima
kasih dok sudah membantu!”Kata ayah mengakhiri pembicaraan.
“Sama-sama”Jawab
dokter.
Sepulang
dari rumah sakit,aku bergegas mencari pekerjaan. Pertama aku menghampiri sebuah
toko dan mencoba melamar pekerjaan di sana. Tetapi aku diTOLAK. Karena jika
ingin melamar pekerjaan di sana harus menggunakan ijazah dahulu. Sedangkan aku
tidak punya ijazah karena tidak bersekolah. Kedua, aku melamar pekarjaan di
sebuah laundry daerah perkotaan. Tetapi aku diTOLAK. Sebab karyawan laundry
sudah cukup banyak. Ketiga aku menawarkan diri menjadi pencuci mobil. Alhasil
aku malah diTOLAK serta dimaki-maki. Karena aku bukan anak laki-laki. Sedangkan
semua karyawan pencuci mobil itu harus laki-laki. Hampir seluruh tempat di kota
ini sudah kudatangi,namun tidak satupun yang menerimaku Ya Tuhan apa yang harus
kuperbuat? Walaupun langit sudah petang,aku tidak ingin pulang sebelum mendapat
pekerjaan. Aku rela tidak pulang hanya demi Wulan. Tapi kenapa tubuhku sudah merasa
capek. Akhirnya aku memutuskan untuk istirahat sejenak.
Tiba-tiba
aku menemukan sebatang llin yang terjatuh. Alangkah senangnya hatiku. Aku
langsung mengambil lilin itu dan berkata,”Terima kasih Tuhan!”. Rencananya aku
akan menjual lilin ini walau hanya sebatang. “Lilin-lilin hanya 500
rupiah!”Kataku menawarkan lilin itu. Sambil menawarkan lilin itu aku kembali
berjalan mengelilingi kota. Setiap orang kutanyai apakah anda bersedia membeli
lilin ini? Tetapi kebanyakan orang menjawab TIDAK. Setengah putus asa,aku terus
berjalan mengambil langkah dengan lemah. Namun betapa sedihnya hatiku ketika
melihat seorang anak kecil yang kelihatannya memang seumuran Wulan,sedang bermain
bersama keluarganya. Sambil memandang anak kecil itu,aku membayangkan jika
kelak Wulan akan seperti itu dan hidup bahagia. Tuhan apakah kau menghendaki
keluarga saya hidup bahagia? Dan apakah kau menghendaki Wulan sehat kembali?
Dan apakah kau menunda hari kematian Wulan? Doa-doa itu terus terucap dalam
batinku. Dengan keadaan sedih juga lelah,aku termenung di dekat jalan raya.
Haripun mulai surut,dan sang surya mulai meredupkan sinarnya.
`Tiba-tiba seseorang menepuk bahuku. “Kamu kenapa
dik?”Tanya ibu-ibu kepadaku.
“Eh….ibu
mau membeli dagangan saya?”Tanyaku kembali.
“Memangnya
kamu jualan apa?” Balas ibu itu penasaran. Aku langsung menunjukkan lilin tadi
kepada ibu-ibu itu.
“Tidak
nak,ibu hanya ingin tanya, kenapa adik berjualan sendiri? Apakah adik tidak
sekolah? Dan sekarang sudah magrib. Lalu kenapa barang dagangan adik sebatang
lilin ini saja?”Tanya ibu-ibu tadi mengelus kepalaku.
“Adik
saya sedang sakit. Sedangkan besok harus sudah dikemoterapi. Tetapi orang tua
saya tidak punya biaya. Biaya pengobatan adik saya sangat mahal. Tidak ada lagi
harapan saya selain adik saya bisa bebas dari penyakit kanker tulang.”Jelasku
menitikkan air mata.
“Apa
kanker tulang?”Tanya ibu-ibu itu histeris. Aku hanya mengangguk. Ibu itu
langsung berubah ekspresi wajah.
“Saya
jadi teringat anak saya Jonathan yang meninggal 2 tahun lalu akibat kanker
tulang stadium 4. Ya sudahlah itu sudah berlalu…Oh ya bagaimana jika kamu
bekerja di rumah saya?”Pekik ibu-ibu
itu.
“Apa
ibu serius?”Tanyaku mulai bersemangat kembali.
“Iya
dik. Ibu ingin membantu adik. Bolehkan?”Jawab ibu –ibu itu meyakinkanku.
“Jika
tidak merepotkan ibu saya mau. Sebelumnya perkenalkan nama saya Kirana.”Kataku
senang.
“Nama
saya Ratna. Kamu boleh panggil saya Tante Ratna. Mulai besok kamu boleh jadi
pembantu di rumah saya. Oh ya ini alamatnya,JL.Merpati No:5.”Jelas ibu-ibu tadi
yang ternyata namanya Bu Ratna.
Hari
ini aku sangat bersyukur karena Tuhan mau membantuku. Dan aku sangat berterima
kasih pada Tuhan.
Keesokan
harinya sebelum berangkat bekerja ke rumah Bu Ratna,aku ingin sekali menjenguk
Wulan di rumah sakit. Rasanya aku kangen pada Wulan.
Saat
di ruang VIP….
“Wulan
kakak dapat kabar bahagia! Kakak tau jika kamu mendengarnya kamu akan
bahagia..”Kata pertama yang terucap dariku saat melihat Wulan dipasangi
selang-selang oksigen. Aku sangat sedih melihat Wulan yang terlihat seperti
mayat hidup. Di bulan Juni ini keadaan Wulan sangat memprihatinkan. Kata dokter
semakin lama kondisi tubuhnya melemah sehingga sekarang ia sedang kritis.
“Wulan
harus sabar di sini kakak cuma mendoakan Wulan seorang. Tuhan akan merubah
kehendaknya. Hiks…hiks..hiks…” Doaku disertai linangan air mata.
Setelah
cukup lama melihat Wulan,aku segera beranjak bekerja ke rumah Bu Ratna.
TOK..TOK..TOK..
JGREEEK…!
“Asalamualaikum!
Apakah benar ini rumah Bu Ratna?”Tanyaku pada seorang bapak-bapak.
“Waalaikumsalam.
Iya benar. Memangnya ada perlu apa ya?”Tanya bapak itu kembali.
“Saya
mau melamar pekerjaan di sini. Oh ya Bu Ratnanya ada?”Jelasku.
“Ada.
Mari saya antar ke dalam. Kebetulan saya juga pembantu di sini.”Pinta bapak
itu.
Rumah
Bu Ratna sangatlah megah. Sepertinya beliau adalah orang yang kaya. Tiba-tiba
Bu Ratna menghampiriku.
“Senang
bertemu Kirana. Bagaimana kondisi adikmu?”Tanya Bu Ratna
“Adik
saya kritis Bu. Entah sampai kapan adik saya bisa bertahan..”Jawabku sedih.
“Kamu
harus yakin bahwa adikmu bisa sembuh. Saya jadi teringat anak saya Jonathan.
Dahulu saya sangat menyayanginya,tetapi 1 bulan mendatang Jonathan didiagnosa
terkena kanker tulang. Segala usaha untuk kesembuhanya telah saya coba. Sampai
saya menghabiskan uang ratusan juta. Namun alhasil,tanggal 7 November 2010 ia
meninggal. Saya ingin menangis bila saya teringat Jonathan. Ia masih terlalu
kecil untuk merasakan sakit,ya Tuhan cobaan apa yang telah kau berikan.,hiks..hiks..hiks”Terang
Bu Ratna menangis.
“Sudah
Bu,semua memang sudah ada jalannya. Seandainya Wulan nggak ada,saya akan coba
mengiklaskannya.”Kataku merangkul Bu Ratna.
Malam
harinya sepulang bekerja aku ingin membelikan makanan untuk ayah dan ibu.
Karena hari ini aku diberi uang 50.000 oleh Bu Ratna.
Sesudah
sampai di rumah…
“Ayah,ibu
Kiran pulang!”Dengusku senang. Tetapi alangkah terkejutnya diriku saat melihat
ayah dan ibu tidak ada di rumah. Aku mulai takut bila orang tuaku ada di rumah
sakit karena Wulan ada apa-apa. Spontan aku berlari menuju rumah sakit.
Saat
di ruang VIP…
Aku
melihat kamar Wulan ramai oleh segerombol dokter-dokter dan perawat,disana juga,
aku melihat ayah dan ibu yang sedang menangis. Sekejap
aku melihat Wulan berdiri dihadapanku bersama seseorang berpakaian putih. Wajah
Wulan sangat cantik bagaikan bidadari. Wulan berpesan padaku.”Kak terima kasih
atas segalanya yang kakak berikan pada Wulan. Mulai saat ini Wulan berjanji
nggak akan merepotin kakak. Sekarang Tuhan mengajak Wulan pulang ke rumah
Wulan. Kak,kakak nggak usah sedih jika Wulan tidak bisa hadir lagi dalam
kehidupan kakak. Tapi Wulan janji bakalan slalu ingat jasa-jasa kakak,ayah,dan
ibu. Wulan titip pesan buat orang-orang yang Wulan cintai. Dan ini pesan
terakhir Wulan. Yang pertama,tetaplah menyayangi Wulan walaupun Wulan udah
nggak ada. Yang kedua,Wulan minta maaf sebesar-besarnya atas kesalahan Wulan.
Dan yang terakhir,tetaplah mengerti arti sebuah kasih sayang. Terima kasih
kak…hiks…Wulan pamit dulu..hiks…hikss” Tiba-tiba bayangan itu menghilang.
Mendengar
itu semua hatiku sangat sakit. Tetapi itu semua hanya bayangan dan Wulan tidak
akan meninggalkanku. Segeralah aku melihat kondisi Wulan di dalam.
“Wulan..Wulan
masih ada buat kakakkan?HIKS..HIKS..HIKS”Tangisku kencang.
“Maaf
nona adik nona sudah tidak bernyawa lagi.”Kata seorang dokter menyesal.
“Tapi
dok..hiksshiksss..hiksss.Anakku Wulan jangan tinggalkan ibu nak!”Rintih ibu
mendekap jasad Wulan.
Malam
ini tentu akan menjadi malam yang slalu terkenang selama hidupku. Dan di
sinilah suasana duka itu menyelimuti kepergian Wulan. Bertahun-tahun sudah
Wulan menemaniku tetapi sekarang Wulan tidak akan hadir lagi. SELAMAT JALAN
WULAN SEMOGA WULAN BISA TENANG DI SURGA…hikss..hikss…
Hidup
adalah sebuah makna yang tidak akan terjadi lagi. Karena di dalam kehidupan
setiap manusia tidak akan terlepas dari CINTA. CINTA tidak terlihat tetapi
dapat di rasakan. Dan CINTA itulah awal dari KASIH SAYANG. Tanpa KASIH SAYANG
dan CINTA kehidupan akan mati,musnah,hingga menghilang. Seperti
PERSAHABATAN,KELUARGA,PERSAUDARAAN sangat membutuhkan KASIH SAYANG. Tiada kesan
tanpa CINTA dan KASIH SAYANG. Kemudian, KASIH SAYANG membuahkan sebuah
PENGORBANAN.
KARYA
:
Fafa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa kasih pesan dan kesan ya!!