Sabtu, 20 Oktober 2012

Kisah Kehidupan


            Tiada Pengorbanan Selain Kasih Sayang              

Pagi yang sangat indah menyambutku segera. Aku sangat senang jika pagi ini cuaca begitu membaik.  Kicauan burung yang sangat merdu,daun-daun yang berguguran,begitu juga angin pagi yang sangat menyegarkan. Saat aku mulai membuka jendela kamarku,pemandangan indah itu mulai nampak. Aku berharap hari ini adalah hari yang menyenangkan. Sesaat aku berfikir bahwa hidupku tak akan bahagia,terkecuali Tuhan menghendaki adikku Wulan sembuh dari penyakitnya. Bertahun-tahun sudah aku merawat Wulan yang menderita kanker tulang. Karena keluargaku serba kekurangan,akhirnya dengan terpaksa Wulan tidak di bawa ke rumah sakit. Wulan menderita kanker tulang sejak berumur 3 tahun. Hanya karena penyakit itu Wulan jadi putus sekolah. Entah mengapa penyakit itu datang menyerang tubuh adikku yang sangat kusayangi.
Gejala awalnya suhu tubuh Wulan sangat panas. Gejala kedua,semakin lama semakin hari perkembangan fisiknya tidak wajar. Gejala ketiga ia mulai sulit berjalan,berlari,menulis,serta melakukan kegiatan lain. Dalam 4 tahun lamanya,Wulan hanya pernah dibawa ke puskesmas 2 kali. Aku sangat kagum melihat semangat Wulan untuk sembuh dan kembali sehat. Ayah,ibu,dan aku sendiri hanya berbekal kasih sayang untuk Wulan. Semoga kasih sayang yang telah kami berikan dapat bermanfaat bagi Wulan.                                                                                                                                               Hari ini aku ingin mengajak Wulan jalan-jalan keluar rumah. Sudah sekian lama aku tidak mengajaknya jalan-jalan. Dengan bantuan tongkat kayu yang sudah usang,sedikit demi sedikit Wulan dapat berjalan walaupun masih kelihatan tidak stabil.
“Wulan! Mau nggak ikut kakak?”Tawarku seraya mengelus rambutnya.
“Augh e ma’a?{Mau ke mana?}”Tanya Wulan sedikit tidak jelas.
Melihat Wulan sulit berbicara,hatiku sangat sedih. Aku takut bila memang sel kanker itu sudah menjalar ke seluruh tubuh Wulan. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi nanti.Ya Tuhan, berikanlah semangat pada hati Wulan. Aku tidak ingin kehilangan Wulan….
Tanpa sadarkan diri,air mata itu bobol dari mataku.
“Akak awch nais? Angan se’I ong!{Kakak kok nangis? Jangan sedih dong!}”Tanya Wulan mengusap air mataku.
“Kakak sedih Wulan…Kakak sedih jika kamu mulai sulit melakukan apapun…hiks..hiks..”Jawabku merangkul Wulan.
“Akak gach boeleh gi’u. Akak aus kuag ang elalu te’inyum..{Kakak gak boleh gitu. Kakak harus kuat dan dan selalu tersenyum..}”Kata Wulan menasehatiku. “Ya Wulan kakak berjanji akan selalu menemani Wulan dalam keadaan suka ataupun duka. Di dunia ini Wulan bagaikan bidadari kecil kiriman dari Tuhan yang dititipkan untuk kakak,ayah,serta ibu. Kakak sanggup menyayangi Wulan sampai kapanpun.”Jawabku memberi senyuman palsu.
“Empey Ulan mengbus an fas akhir?{Sampai Wulan menghembuskan nafas terakhir?}”Tanya Wulan berharap aku berkata YA!.
Pertanyaan Wulan kali ini begitu aneh. Rasanya aku tak sanggup untuk berkata apapun. Ya Tuhan….kenapa Wulan berkata seperti itu? Betapa sedihnya aku mendengar pertanyaan Wulan.



“Ayo sekarang kita jalan-jalan..! Nanti malah kesiangan.”Ajakku mengalihkan perhatian.
Saat di jalan,aku terus memandangi wajah Wulan yang semakin lama semakin pucat. Hati kecilku serasa berkata”Sampai kapan Tuhan,aku dapat memandang wajah Wulan?Sampai kapan aku dapat lagi bercanda dengannya?Sampai kapan Tuhan…”
Wulan tampak senang melihat pemandangan di luar. Sampai-sampai ia bertanya,
”Akak au ngin ma’in perti man Ulan!{Kakak aku ingin main seperti teman Wulan!}” Pintanya sambil menunjuk segerombol anak-anak yang sedang bermain.
Aku mulai menghampiri segerombol anak-anak itu seraya bertanya,
”Apakah kaliyan bersedia bermain bersama adikku?”. Salah satu dari mereka mendekati Wulan.
”Kamu ya?”Tanya anak itu.
Wulan tersenyum dan berkata,”Nalkan au Ulan! Mu pa?{Kenalkan aku Wulan! Kamu siapa?}”
Dengan nada tinggi anak itu menjawab,
”Ih kamu cacat ya? Aku nggak tau kamu ngomong apa…Lagian aku nggak ingin main sama anak cacat. Kalau ingin cari aja anak SLB! Huuuuuuuu!!!!!!”.
Hatiku sedih mendengar jawaban anak itu. Langsung saja aku mengajak Wulan pergi dari hadapan mereka semua.                                                                                   Sejenak Wulan memandangi dirinya sendiri. Ia kelihatan sedih dengan kondisi yang sangat tidak lengkap. Aku tau, pasti ia terpukul dalam keadaan fisik tak sempurna. Tiba-tiba Wulan menitikkan air mata.
“Wulan kamu kenapa?”Tanyaku juga sedikit menangis.
Wulan hanya menggelengkan kepalanya.
“Kamu harus kuat sayang…Ini cobaan dari Tuhan yang begitu berat. Kamu nggak boleh putus asa hidup. Hidup ini penuh dengan tantangan serta cobaan. Kakak tau mereka benci Wulan,tapi kakak,ayah ,ibu di sini sayang sama Wulan…hiks…hiks…Bahkan Tuhan sangat menyayangi Wulan…Apapun bentuk Wulan,Wulan tetap yang terbaik…Wulan masih cantik kok. Percaya sama kakak!” Nasehatku pada Wulan.
Wulan nampak semakin sedih bahkan ia berusaha menghindar dariku. “UUU..Ulan ng ngin..hikssss…ti…Uat pa Ulan hi’up lau gauch da ang uli ma Ulan! Hiksss..hiksss{UUU..Wulan ingin hikssss… mati …Buat apa Wulan hidup kalau gak ada yang peduli sama Wulan!}”Jawab Wulan mempercepat langkahnya.
“Wulan…tunggu…kamu nggak boleh gitu! Ini kakak yang selalu ada buat hati Wulan.”Serguhku menarik Wulan.
Hari ini tentu menjadi pelajaran bagiku melihat semangat Wulan begitu besar. Aku akan berjanji untuk membuat Wulan normal,sehat kembali.
Malam harinya, aku,ayah,ibu sedang berunding bersama membicarakan biaya pengobatan Wulan. Ayah dan ibuku adalah seorang pedagang gorengan keliling,jadi mana  mungkin bisa segera mengoprasikan kanker itu. Padahal biaya yang di perlukan bisa hingga ratusan juta rupiah. Namun jika tidak segera ditangani 1 bulan lagi Wulan akan meninggal. Akupun langsung ambil tindakan. Mulai besok aku akan bekerja untuk membantu penghasilan ayah dan ibu. Apa saja pekerjaan itu,aku sanggup asalkan halal. Demi Wulan aku perjuangkan. Seumur hidupku aku tidak ingin kehilangan nyawa Wulan. Lebih baik aku yang menderita kanker dari pada Wulan yang masih berumur 7 tahun.
Keesokan harinya,aku terbangun dari tidur nyenyakku. Aku terbangunkan oleh suara Wulan  yang memanggil-manggil namaku. Aku menjadi cemas. Lalu,kulihat ke tempat tidurnya. Alangkah terkejutnya aku sewaktu memegang tubuh Wulan yang sangat panas.”A….”Kata Wulan kehabisan suara. Aku segera memanggil ayah serta ibu. Akhirnya dengan keadaan terpaksa Wulan dibawa ke rumah sakit.
Setelah diperiksa….



“Bagaimana keadaan anak saya dok?”Tanya ayah kebingungan.
“Anak anda terserang kanker tulang stadium 4. Saya tidak tau apa yang harus saya lakukan selain mengirim anak anda ke Malaysia untuk menjalani pengobatan kemoterapi. Kanker ini sudah menjalar ke saluran pernapasan dan pencernaan. Bila tidak segera ditangani anda bisa kehilangan anak anda. Saya menyarankan besok harus sudah dikemoterapi!”Jelas dokter ikut cemas.
“Berapa biaya yang akan saya tanggung dok?”Tanya ayah lagi.
“Sekitar 50 juta sekali kemoterapi.”Jawab dokter.
“Tapi dok? Keluarga saya tidak mempunyai biaya sebanyak itu..hikss.hikss..” Tangis ibu.
“Kalau begitu sementara saja anak anda menginap di sini. Nanti masalah kemoterapi anda bisa rundingkan bersama keluarga.”Saran dokter.
“Biaya penginapan di rumah sakit berapa dok?”Tanyaku menahan tangis.
“Cukup ringan dibanding kemoterapi yakni sekitar 500 ribu rupiah selama 2 malam.”Terang dokter.
“Terima kasih dok sudah membantu!”Kata ayah mengakhiri pembicaraan.
“Sama-sama”Jawab dokter.
Sepulang dari rumah sakit,aku bergegas mencari pekerjaan. Pertama aku menghampiri sebuah toko dan mencoba melamar pekerjaan di sana. Tetapi aku diTOLAK. Karena jika ingin melamar pekerjaan di sana harus menggunakan ijazah dahulu. Sedangkan aku tidak punya ijazah karena tidak bersekolah. Kedua, aku melamar pekarjaan di sebuah laundry daerah perkotaan. Tetapi aku diTOLAK. Sebab karyawan laundry sudah cukup banyak. Ketiga aku menawarkan diri menjadi pencuci mobil. Alhasil aku malah diTOLAK serta dimaki-maki. Karena aku bukan anak laki-laki. Sedangkan semua karyawan pencuci mobil itu harus laki-laki. Hampir seluruh tempat di kota ini sudah kudatangi,namun tidak satupun yang menerimaku Ya Tuhan apa yang harus kuperbuat? Walaupun langit sudah petang,aku tidak ingin pulang sebelum mendapat pekerjaan. Aku rela tidak pulang hanya demi Wulan. Tapi kenapa tubuhku sudah merasa capek. Akhirnya aku memutuskan untuk istirahat sejenak.
Tiba-tiba aku menemukan sebatang llin yang terjatuh. Alangkah senangnya hatiku. Aku langsung mengambil lilin itu dan berkata,”Terima kasih Tuhan!”. Rencananya aku akan menjual lilin ini walau hanya sebatang. “Lilin-lilin hanya 500 rupiah!”Kataku menawarkan lilin itu. Sambil menawarkan lilin itu aku kembali berjalan mengelilingi kota. Setiap orang kutanyai apakah anda bersedia membeli lilin ini? Tetapi kebanyakan orang menjawab TIDAK. Setengah putus asa,aku terus berjalan mengambil langkah dengan lemah. Namun betapa sedihnya hatiku ketika melihat seorang anak kecil yang kelihatannya memang seumuran Wulan,sedang bermain bersama keluarganya. Sambil memandang anak kecil itu,aku membayangkan jika kelak Wulan akan seperti itu dan hidup bahagia. Tuhan apakah kau menghendaki keluarga saya hidup bahagia? Dan apakah kau menghendaki Wulan sehat kembali? Dan apakah kau menunda hari kematian Wulan? Doa-doa itu terus terucap dalam batinku. Dengan keadaan sedih juga lelah,aku termenung di dekat jalan raya. Haripun mulai surut,dan sang surya mulai meredupkan sinarnya.
`Tiba-tiba  seseorang menepuk bahuku. “Kamu kenapa dik?”Tanya ibu-ibu kepadaku.
“Eh….ibu mau membeli dagangan saya?”Tanyaku kembali.
“Memangnya kamu jualan apa?” Balas ibu itu penasaran. Aku langsung menunjukkan lilin tadi kepada ibu-ibu itu.
“Tidak nak,ibu hanya ingin tanya, kenapa adik berjualan sendiri? Apakah adik tidak sekolah? Dan sekarang sudah magrib. Lalu kenapa barang dagangan adik sebatang lilin ini saja?”Tanya ibu-ibu tadi mengelus kepalaku.



“Adik saya sedang sakit. Sedangkan besok harus sudah dikemoterapi. Tetapi orang tua saya tidak punya biaya. Biaya pengobatan adik saya sangat mahal. Tidak ada lagi harapan saya selain adik saya bisa bebas dari penyakit kanker tulang.”Jelasku menitikkan air mata.
“Apa kanker tulang?”Tanya ibu-ibu itu histeris. Aku hanya mengangguk. Ibu itu langsung berubah ekspresi wajah.
“Saya jadi teringat anak saya Jonathan yang meninggal 2 tahun lalu akibat kanker tulang stadium 4. Ya sudahlah itu sudah berlalu…Oh ya bagaimana jika kamu bekerja di rumah saya?”Pekik  ibu-ibu itu.
“Apa ibu serius?”Tanyaku mulai bersemangat kembali.
“Iya dik. Ibu ingin membantu adik. Bolehkan?”Jawab ibu –ibu itu meyakinkanku.
“Jika tidak merepotkan ibu saya mau. Sebelumnya perkenalkan nama saya Kirana.”Kataku senang.
“Nama saya Ratna. Kamu boleh panggil saya Tante Ratna. Mulai besok kamu boleh jadi pembantu di rumah saya. Oh ya ini alamatnya,JL.Merpati No:5.”Jelas ibu-ibu tadi yang ternyata namanya Bu Ratna.
Hari ini aku sangat bersyukur karena Tuhan mau membantuku. Dan aku sangat berterima kasih pada Tuhan.
Keesokan harinya sebelum berangkat bekerja ke rumah Bu Ratna,aku ingin sekali menjenguk Wulan di rumah sakit. Rasanya aku kangen pada Wulan.
Saat di ruang VIP….
“Wulan kakak dapat kabar bahagia! Kakak tau jika kamu mendengarnya kamu akan bahagia..”Kata pertama yang terucap dariku saat melihat Wulan dipasangi selang-selang oksigen. Aku sangat sedih melihat Wulan yang terlihat seperti mayat hidup. Di bulan Juni ini keadaan Wulan sangat memprihatinkan. Kata dokter semakin lama kondisi tubuhnya melemah sehingga sekarang ia sedang kritis.
“Wulan harus sabar di sini kakak cuma mendoakan Wulan seorang. Tuhan akan merubah kehendaknya. Hiks…hiks..hiks…” Doaku disertai linangan air mata.
Setelah cukup lama melihat Wulan,aku segera beranjak bekerja ke rumah Bu Ratna.
TOK..TOK..TOK..
JGREEEK…!
“Asalamualaikum! Apakah benar ini rumah Bu Ratna?”Tanyaku pada seorang bapak-bapak.
“Waalaikumsalam. Iya benar. Memangnya ada perlu apa ya?”Tanya bapak itu kembali.
“Saya mau melamar pekerjaan di sini. Oh ya Bu Ratnanya ada?”Jelasku.
“Ada. Mari saya antar ke dalam. Kebetulan saya juga pembantu di sini.”Pinta bapak itu.
Rumah Bu Ratna sangatlah megah. Sepertinya beliau adalah orang yang kaya. Tiba-tiba Bu Ratna menghampiriku.
“Senang bertemu Kirana. Bagaimana kondisi adikmu?”Tanya Bu Ratna
“Adik saya kritis Bu. Entah sampai kapan adik saya bisa bertahan..”Jawabku sedih.
“Kamu harus yakin bahwa adikmu bisa sembuh. Saya jadi teringat anak saya Jonathan. Dahulu saya sangat menyayanginya,tetapi 1 bulan mendatang Jonathan didiagnosa terkena kanker tulang. Segala usaha untuk kesembuhanya telah saya coba. Sampai saya menghabiskan uang ratusan juta. Namun alhasil,tanggal 7 November 2010 ia meninggal. Saya ingin menangis bila saya teringat Jonathan. Ia masih terlalu kecil untuk merasakan sakit,ya Tuhan cobaan apa yang telah kau berikan.,hiks..hiks..hiks”Terang Bu Ratna menangis.


“Sudah Bu,semua memang sudah ada jalannya. Seandainya Wulan nggak ada,saya akan coba mengiklaskannya.”Kataku merangkul Bu Ratna.
Malam harinya sepulang bekerja aku ingin membelikan makanan untuk ayah dan ibu. Karena hari ini aku diberi uang 50.000 oleh Bu Ratna.
Sesudah sampai di rumah…
“Ayah,ibu Kiran pulang!”Dengusku senang. Tetapi alangkah terkejutnya diriku saat melihat ayah dan ibu tidak ada di rumah. Aku mulai takut bila orang tuaku ada di rumah sakit karena Wulan ada apa-apa. Spontan aku berlari menuju rumah sakit.
Saat di ruang VIP…
Aku melihat kamar Wulan ramai oleh segerombol dokter-dokter dan perawat,disana juga, aku melihat ayah dan ibu yang sedang menangis.                                              Sekejap aku melihat Wulan berdiri dihadapanku bersama seseorang berpakaian putih. Wajah Wulan sangat cantik bagaikan bidadari. Wulan berpesan padaku.”Kak terima kasih atas segalanya yang kakak berikan pada Wulan. Mulai saat ini Wulan berjanji nggak akan merepotin kakak. Sekarang Tuhan mengajak Wulan pulang ke rumah Wulan. Kak,kakak nggak usah sedih jika Wulan tidak bisa hadir lagi dalam kehidupan kakak. Tapi Wulan janji bakalan slalu ingat jasa-jasa kakak,ayah,dan ibu. Wulan titip pesan buat orang-orang yang Wulan cintai. Dan ini pesan terakhir Wulan. Yang pertama,tetaplah menyayangi Wulan walaupun Wulan udah nggak ada. Yang kedua,Wulan minta maaf sebesar-besarnya atas kesalahan Wulan. Dan yang terakhir,tetaplah mengerti arti sebuah kasih sayang. Terima kasih kak…hiks…Wulan pamit dulu..hiks…hikss” Tiba-tiba bayangan itu menghilang.
Mendengar itu semua hatiku sangat sakit. Tetapi itu semua hanya bayangan dan Wulan tidak akan meninggalkanku. Segeralah aku melihat kondisi Wulan di dalam.
“Wulan..Wulan masih ada buat kakakkan?HIKS..HIKS..HIKS”Tangisku kencang.
“Maaf nona adik nona sudah tidak bernyawa lagi.”Kata seorang dokter menyesal.
“Tapi dok..hiksshiksss..hiksss.Anakku Wulan jangan tinggalkan ibu nak!”Rintih ibu mendekap jasad Wulan.
Malam ini tentu akan menjadi malam yang slalu terkenang selama hidupku. Dan di sinilah suasana duka itu menyelimuti kepergian Wulan. Bertahun-tahun sudah Wulan menemaniku tetapi sekarang Wulan tidak akan hadir lagi. SELAMAT JALAN WULAN SEMOGA WULAN BISA TENANG DI SURGA…hikss..hikss…
Hidup adalah sebuah makna yang tidak akan terjadi lagi. Karena di dalam kehidupan setiap manusia tidak akan terlepas dari CINTA. CINTA tidak terlihat tetapi dapat di rasakan. Dan CINTA itulah awal dari KASIH SAYANG. Tanpa KASIH SAYANG dan CINTA kehidupan akan mati,musnah,hingga menghilang. Seperti PERSAHABATAN,KELUARGA,PERSAUDARAAN sangat membutuhkan KASIH SAYANG. Tiada kesan tanpa CINTA dan KASIH SAYANG. Kemudian, KASIH SAYANG membuahkan sebuah PENGORBANAN.



Flowchart: Punched Tape: THANKS FOR 
READING
 

                                                                                    KARYA :
Fafa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa kasih pesan dan kesan ya!!